Selasa, 26 Juli 2011

Sandal Batik Tembus Belanda

foto: Surya/Sudarmawan
MAGETAN l SURYA Online- Dari ujung rambut hingga ujung kaki dapat menjadi ide bagi industri rumahan. Di tangan perajin, alas kaki pun dapat mendatangkan rezeki. Akan tetapi, banyak yang memiliki ide sama: membuat sandal. Harus ada jurus baru agar sandal mencuri perhatian.
Jurus yang dipakai Hendrik Yulianto atau Aan (28), warga RT 1 RW 02, Desa Baleasri, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, adalah dengan memakai batik. Selagi perhatian orang pada batik belum berpaling, sandal batik buatannya mengambil ceruk yang cukup besar. Jika perajin lain mungkin ‘tumbang’ ketika dibanting oleh kondisi ekonomi yang membuat hasil produksi tersendat-sendat di pasar, Aan tetap telaten membuat sandal batik. Ketekunan dan keuletannya membuahkan hasil. Kini dia mampu menembus pasar luar negeri di samping memenuhi pasar dalam negeri.
Malaysia, Singapura, dan Belanda adalah negara penampung sandal batik buatan Aan. Pasar lokal yang rutin dipasok ada Solo dan Karanganyar, Jawa Tengah, Surabaya, Jakarta, dan Bali.
“Kiriman ke Belanda minimal 500 pasang atau dalam satu boks. Saya ingin mengembangkan pasar sandal ini ke wilayah Jawa Timur di bagian timur karena tidak terlalu banyak pesaingnya,” tutur ayah satu anak itu, Minggu (27/2).
Awalnya, lelaki lulusan Madrasah Tsanawiyah Magetan itu, hanya meneruskan usaha almarhum ayahnya, Muh Iksan. Di tangannya, usaha sandal yang dipegang sejak tahun 2004 itu membaik. Tiga tahun kemudian Aan mulai menikmati hasil. Produksi sandal batiknya terus berkembang. Setiap tahun produksinya bertambah 40 persen.
“Dalam sebulan, rata-rata memproduksi 3.000—5.000 pasang sandal dengan pekerja lima orang. Setiap pesanan yang datang jumlahnya 500—1.000 pasang sandal,” urainya.
Usaha sandal batik yang menguntungkan itu juga dilirik perajin dari Solo dan Jogjakarta. Aan yang berdiri menggunakan bendera Syarifah Collection itu, tidak pernah gentar. Menurutnya, agar dapat mengungguli perajin sandal dari Solo dan Jogjakarta, dia harus mampu membuat berbagai model. Sudah ada belasan model sandal batik hasil kreasinya.
“Model Solo dan Jogjakarta itu monoton. Makanya, saya selalu membuat kreasi baru agar pelanggan tetap memesan kepada kami,” jelasnya.
Tidak hanya sandal batik, Aan juga mengembangkan usaha dengan membuat tas, dompet, dan aksesori batik. Pengembangan itu atas inisiatif pelanggannya. Kreativitas Aan pun dipacu sehingga memiliki puluhan model dan jenis.
“Sekarang kalau tidak mengikuti perkembangan model pasar, bisa tidak berkembang. Makanya, saya rutin menciptakan berbagai model tas terbaru agar tak ketinggalan selera pasar,” paparnya.
Sandal batik yang berbahan baku utama kain batik, spons, gabus, dan karton itu, dipatok harga Rp 7.000 sampai Rp 10.000 bergantung model yang dipesan. Sedangkan untuk tas, rata-rata dipatok Rp 28.000, dompet Rp12.000, dompet seri 5 seharga Rp 14.000, serta aksesori mulai Rp 1.500 hingga Rp 2.000.
Aan menggandeng tetangga untuk memenuhi permintaan produksi. Menurut Aan, hanya satu pekerja yang menyelesaikan pesanan di bengkelnya. Yang lain membawa pulang bahan baku untuk dikerjakan di rumah masing-masing. Seperti yang dilakukan Heriawan (28) dan Sumiah (25). Suami istri yang tuna rungu itu bahkan dipercaya mengerjakan seluruh proses dari bahan mentah hingga jadi. Dengan upah borongan, usaha itu menjadi sandaran keluarga dengan satu anak itu bersama tetangga lainnya.
“Hanya ada satu pekerja yang menyelesaikan pekerjaan di bengkel kami. Sistem borongan itu memacu mereka untuk bekerja optimal,” kata Aan. “Meski saya mengerjakan semuanya mulai dari nol, tetapi bahan baku utama kain batik tetap dari Solo. Kami tidak berani mengumpulkan kain sisa dari para penjahit kain batik. Selain kualitas juga tak akan cukup memenuhi permintaan yang terus berkembang sekarang,” ungkapnya.
Kini beberapa hotel di Magetan, Maospati, Surabaya, Solo, Jogjakarta, dan Jakarta sudah memesan sandal kamar kepadanya. “Untuk sandal hotel, saya tak perlu memasarkan sendiri karena ada pengepul yang datang dan langsung diterima pihak hotel asal kualitasnya seperti yang diharapkan hotel mewah itu,” urainya.
Meski jarang berpromosi, sandal produk Aan tetap muncul di berbagai pameran. Sejumlah lembaga pemerintah di Magetan mengambil hasil karyanya untuk diikutkan dalam setiap acara pameran pemerintah. Selama ini, Aan mengandalkan modalnya dari berutang di bank.
“Kalau pameran sendiri tak pernah, hanya mendompleng karena contoh sandal dan lainnya dari sini dibawa dinas ke provinsi atau daerah lain untuk dipamerkan sebagai hasil unggulan Kabupaten Magetan. Karena tidak ada bantuan dari pemerintah untuk menambah modal, semua pekerjaan dilakukan manual kecuali mesin jahit yang dulu dibantu Disperindag,” uangkap Aan. wan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar